Cari Blog Ini

Rabu, 15 Desember 2010

KLASIFIKASI CEDERA KEPALA
KLASIFIKASI CEDERA KEPALA


      
        Cedera kepala bisa diklasifikasikan atas berbagai  hal.
        Untuk kegunaan praktis, tiga jenis klasifikasi akan sa-
        ngat berguna, yaitu berdasar mekanisme, tingkat  berat-
        nya cedera kepala serta berdasar morfologi.
      
        Tabel 1
        Klasifikasi cedera kepala
        -------------------------------------------------------
        A. Berdasarkan mekanisme
             1 Tertutup
             2 Penetrans
        B. Berdasarkan beratnya
             1 Skor Skala Koma Glasgow
             2 Ringan, sedang, berat
        C. Berdasarkan morfologi
             1 Fraktura tengkorak
                  a Kalvaria
                       1 Linear atau stelata
                       2 Depressed atau nondepressed
                  b Basilar
             2 Lesi intrakranial
                  a Fokal
                       1 Epidural
                       2 Subdural
                       3 Intraserebral
                  b Difusa
                       1 Konkusi ringan
                       2 Konkusi klasik
                       3 Cedera aksonal difusa
      
      
        BERDASAR MEKANISME
      
        Cedera kepala secara luas diklasifikasikan sebagai ter-
        tutup  dan penetrans. Walau istilah ini luas  digunakan
        dan berguna untuk membedakan titik pandang, namun sebe-
        tulnya  tidak  benar-benar dapat  dipisahkan.  Misalnya
        fraktura tengkorak depres dapat dimasukkan kesalah satu
        golongan  tersebut, tergantung kedalaman  dan  parahnya
        cedera tulang. Sekalipun demikian, untuk kegunaan  kli-
        nis, istilah cedera kepala tertutup biasanya  dihubung-
        kan dengan kecelakaan kendaraan, jatuh dan pukulan, dan
        cedera  kepala penetrans lebih sering dikaitkan  dengan
        luka  tembak dan luka tusuk. Karena  pengelolaan  kedua
        kelompok  besar ini sedikit  berbeda,  dipertahankanlah
        pengelompokan ini untuk keperluan dskriptif.
      
      
        BERDASAR BERATNYA
      
        Sebelum  1974, penulis berbeda menggunakan  terminologi
        dengan konotasi bermacam-macam untuk menjelaskan pasien
        dengan  cedera kepala, dengan akibat  betul-betul tidak
        mungkin untuk membandingkan kelompok pasien dari senter
        yang berbeda. Pada tahun 1974 Teasdale dan Jennet,  de-
        ngan mempelajari tanda-tanda yang tampaknya lebih dapat
        dipercaya dalam memprediksi outcome dan yang mana  tam-
        paknya  mempunyai  variasi yang kecil  antar  pengamat,
        merancang hal yang sekarang dikenal sebagai Skala  Koma
        Glasgow. Pengenalan SKG berakibat timbulnya keseragaman
        dan  kedisiplinan dalam literatur cedera kepala.  Skala
        ini telah mencapai penggunaan yang luas untuk menjelas-
        kan  pasien dengan cedera kepala dan selanjutnya  sudah
        diadopsi  untuk mendeskripsikan penderita dengan  peru-
        bahan tingkat kesadaran karena sebab lain.
             Jennett  dan Teasdale menentukan koma sebagai  ke-
        tidakmampuan untuk menuruti perintah, mengucapkan  kata-
        kata dan membuka mata. Pada pasien yang tidak mempunyai
        ketiga aspek pada definisi tersebut tidak dianggap  se-
        bagai koma. Pasien yang bisa membuka mata secara  spon-
        tan, dapat mengikuti perintah serta mempunyai  orienta-
        si,  mempunyai skor total 15 poin, sedang  pasien  yang
        flaksid, dimana tidak bisa membuka mata atau  berbicara
        mempunyai skor minimum yaitu 3. Tidak ada skor  tunggal
        antara 3 dan 15 menentukan titik mutlak untuk koma. Ba-
        gaimanapun  90% pasien dengan skor total  delapan  atau
        kurang, dan tidak untuk yang mempunyai skor 9 atau  le-
        bih, dijumpai dalam keadaan koma sesuai dengan definisi
        terdahulu. Untuk kegunaan praktis, skor total SKG 8  a-
        tau  kurang menjadi definisi yang sudah  umum  diterima
        sebagai pasien koma. Perbedaan antara pasien dengan ce-
        dera kepala berat dan dengan cedera kepala sedang  atau
        ringan karenanya menjadi sangat jelas. Namun  perbedaan
        antara cedera kepala sedang dan berat lebih sering  me-
        miliki masalah. Beberapa menyatakan bahwa pasien cedera
        kepala dengan jumlah skor 9 hingga 12 dikelompokkan se-
        bagai  cedera kepala sedang, dan skor SKG 13 hingga  15
        sebagai ringan. Williams, Levin dan Eisenberg baru-baru
        ini melaporkan defisit neurologis penderita dengan  ce-
        dera kepala ringan (SKG 12 hingga 15) dengan lesi massa
        intrakranial  pada  CT  pertama  adalah  sesuai  dengan
        pasien  dengan cedera kepala sedang (SKG 9 hingga  11).
        Pasien dengan cedera kepala ringan tanpa dengan kompli-
        kasi lesi intrakranial pada CT jelas lebih baik.
              Tanpa memperdulikan nilai SKG, pasien digolongkan
        sebagai penderita cedera kepala berat bila :
           1. Pupil tak ekual
           2. Pemeriksaan motor tak ekual.
           3. Cedera kepala terbuka dengan bocornya CSS atau
              adanya jaringan otak yang terbuka.
           4. Perburukan neurologik.
           5. Fraktura tengkorak depressed.

      
        BERDASAR MORFOLOGI
      
        Hadirnya CT Scanning menimbulkan revolusi dalam  klasi-
        fikasi dan pengelolaan cedera kepala. Walau pada pasien
        tertentu yang mengalami perburukan secara cepat mungkin
        dioperasi tanpa CT scan, kebanyakan pasien cedera berat
        sangat  diuntungkan  oleh CT  scan  sebelum  dioperasi.
        Karenanya tindak lanjut CT scan berulang sangat penting
        karena  gambaran morfologis pada pasien  cedera  kepala
        sering mengalami evolusi yang nyata dalam beberapa  jam
        pertama, beberapa hari, dan bahkan beberapa minggu  se-
        telah  cedera. Secara morfologi, cedera kepala  mungkin
        secara  umum  digolongkan kedalam dua  kelompok  utama:
        fraktura tengkorak dan lesi intrakranial.
      
      
        Fraktura Tengkorak
      
        Fraktura  tengkorak mungkin tampak pada  kalvaria  atau
        basis,  mungkin linear atau stelata, mungkin  depressed
        atau nondepressed. Fraktura tengkorak basal sulit  tam-
        pak pada foto sinar-x polos dan biasanya perlu CT  scan
        dengan setelan jendela-tulang untuk memperlihatkan  lo-
        kasinya.  Adanya tanda klinis fraktura tengkorak  basal
        mempertinggi indeks kemungkinan dan membantu  identifi-
        kasinya. Sebagai pegangan umum, depressed fragmen lebih
        dari  ketebalan tengkorak memerlukan  operasi  elevasi.
        Fraktura tengkorak terbuka atau compound berakibat  hu-
        bungan langsung antara laserasi scalp dan permukaan se-
        rebral karena duranya robek, dan fraktura ini  memerlu-
        kan operasi perbaikan segera.
             Mengutip  Jennett dan Teasdale,  "Untuk  mendasari
        pemikiran,  dan terutama untuk  membenarkan  pemikiran,
        fraktura tengkorak adalah pertanda keparahan yang nyata
        setelah  cedera  kepala. Beribu-ribu  kepala  disinar-x
        diruang gawat darurat, namun hanya dua atau tiga  kasus
        dari seratus yang memiliki fraktura; mengakibatkan  ra-
        diologis  menulisi kertas berdasarkan  pengiriman  yang
        tidak  benar  dan menuntut klinisi  mengerjakan  triase
        yang lebih baik sebelum sinar-x dikerjakan. Dokter  be-
        dah saraf telah lama menjelaskan bahwa penaksiran ting-
        kat kesadaran lebih penting dari sinar-x tengkorak, dan
        ini  secara salah ditafsirkan bahwa  menaruh  perhatian
        untuk  melacak  adanya fraktura adalah  tidak  penting,
        terutama setelah cedera kepala yang agak ringan. Kenya-
        taannya,  pada  pasien dengan kesadaran  tak  terganggu
        yang  mungkin  dipulangkan setelah  kecelakaan  ringan,
        adanya  fraktura adalah sangat berarti,  karena  mewas-
        padakan klinisi terhadap risiko komplikasi seperti  he-
        matoma  intrakranial atau infeksi". Frekuensi  fraktura
        tengkorak  bervariasi, lebih banyak fraktura  ditemukan
        bila penelitian dilakukan pada populasi yang lebih  ba-
        nyak  mempunyai cedera berat. Fraktura kalvaria  linear
        mempertinggi  risiko hematoma intrakranial sebesar  400
        kali  pada  pasien yang sadar dan 20 kali  pada  pasien
        yang  tidak  sadar. Untuk alasan ini,  adanya  fraktura
        tengkorak mengharuskan pasien untuk dirawat dirumah sa-
        kit  untuk pengamatan, tidak peduli  bagaimana  baiknya
        tampak pasien tersebut.
      
      
        Lesi Intrakranial
      
        Mungkin dapat diklasifikasikan sebagai fokal atau difu-
        sa, walau kedua bentuk cedera ini sering terjadi bersa-
        maan.  Lesi fokal termasuk hematoma epidural,  hematoma
        subdural,  dan kontusi (atau  hematoma  intraserebral).
        Pasien  pada kelompok cedera otak difusa, secara  umum,
        menunjukkan CT scan normal namun menunjukkan  perubahan
        sensorium atau bahkan koma dalam. Basis selular  cedera
        otak difusa menjadi lebih jelas pada tahun-tahun  tera-
        khir ini.
      
      
        Lesi Fokal
      
             Hematoma  Epidural.  Klot  terletak  diluar  dura,
        namun didalam tengkorak. Paling sering terletak diregi-
        o temporal atau temporal-parietal dan sering akibat ro-
        beknya pembuluh meningeal media. Klot biasanya dianggap
        berasal arterial, namun mungkin sekunder dari perdarah-
        an  vena pada sepertiga kasus. Kadang-kadang,  hematoma
        epidural  mungkin akibat robeknya sinus vena,  terutama
        diregio  parietal-oksipital atau fossa  posterior.  Wa-
        lau  hematoma  epidural relatif  tidak  terlalu  sering
        (0.5% dari keseluruhan atau 9% dari pasien koma  cedera
        kepala), harus selalu diingat saat menegakkan diagnosis
        dan  ditindak segera. Bila ditindak  segera,  prognosis
        biasanya  baik karena cedera otak  disekitarnya  biasa-
        nya  masih terbatas. Outcome langsung  bergantung  pada
        status pasien sebelum operasi. Mortalitas dari hematoma
        epidural  sekitar  0% pada pasien tidak koma,  9%  pada
        pasien obtundan, dan 20% pada pasien koma dalam.
             Hematoma Subdural. Sangat lebih sering dari  hema-
        toma  epidural, ditemukan sekitar 30% penderita  dengan
        cedera  kepala berat. Terjadi paling sering akibat  ro-
        beknya vena bridging antara korteks serebral dan  sinus
        draining. Namun ia juga dapat berkaitan dengan laserasi
        permukaan atau substansi otak. Fraktura tengkorak mung-
        kin  ada  atau tidak. Selain itu, kerusakan  otak  yang
        mendasari hematoma subdural akuta biasanya sangat lebih
        berat dan prognosisnya lebih buruk dari hematoma epidu-
        ral.  Mortalitas umumnya 60%, namun mungkin  diperkecil
        oleh tindakan operasi yang sangat segera dan pengelola-
        an medis agresif.
             Kontusi dan hematoma intraserebral. Kontusi sereb-
        ral  sejati  terjadi cukup sering.  Frekuensinya  lebih
        nyata  sejak kualitas dan jumlah CT scanner  meningkat.
        Selanjutnya,  kontusi otak hampir selalu berkaitan  de-
        ngan hematoma subdural. Majoritas terbesar kontusi ter-
        jadi dilobus frontal dan temporal, walau dapat  terjadi
        pada setiap tempat termasuk serebelum dan batang  otak.
        Perbedaan  antara  kontusi dan  hematoma  intraserebral
        traumatika  tetap  tidak jelas batasannya.  Lesi  jenis
        'salt-and-pepper'  klasik jelas suatu kontusi, dan  he-
        matoma  yang besar jelas bukan. Bagaimanapun,  terdapat
        zona  peralihan, dan kontusi dapat secara  lambat  laun
        menjadi hematoma intraserebral dalam beberapa hari.
      
      
        Cedera difusa
      
        Cedera otak difusa membentuk kerusakan otak berat prog-
        resif yang berkelanjutan, disebabkan oleh  meningkatnya
        jumlah  cedera akselerasi-deselerasi otak. Pada  bentuk
        murni,  cedera otak difusa adalah jenis  cedera  kepala
        yang paling sering.
             Konkusi Ringan. Konkusi ringan cedera dimana kesa-
        daran tidak terganggu namun terdapat suatu tingkat dis-
        fungsi  neurologis temporer. Cedera ini sering  terjadi
        dan karena derajatnya ringan, sering tidak dibawa kepu-
        sat medik. Bentuk paling ringan konkusi berakibat  kon-
        fusi dan disorientasi tanpa amnesia. Sindrom ini biasa-
        nya  pulih sempurna dan tanpa disertai  adanya  sekuele
        major.  Cedera kepala yang sedikit lebih  berat  menye-
        babkan  konfusi dengan  baik amnesia  retrograd  maupun
        posttraumatika.
             Konkusi Serebral Klasik.  Konkusi serebral  klasik
        adalah keadaan pasca trauma dengan akibat hilangnya ke-
        sadaran. Keadaan ini selalu disertai suatu tingkat  am-
        nesia retrograd dan posttraumatika, dan lamanya amnesia
        posttraumatika adalah pengukur yang baik atas  beratnya
        cedera. Hilangnya kesadaran adalah sementara dan  dapat
        pulih. Menurut definisi yang tidak terlalu ketat, pasi-
        en kembali sadar sempurna dalam enam jam, walau  biasa-
        nya sangat awal. Kebanyakan pasien setelah konkusi  se-
        rebral  klasik tidak mempunyai sekuele kecuali  amnesia
        atas  kejadian yang berkaitan dengan cedera, namun  be-
        berapa pasien mempunyai defisit neurologis yang  berja-
        lan lama, walau kadang-kadang sangat ringan.
             Cedera Aksonal Difusa (CAD). Cedera aksonal difusa
        (Diffuse Axonal Injury, DAI) adalah istilah untuk  men-
        jelaskan koma pasca traumatika yang lama yang tidak di-
        karenakan lesi massa atau kerusakan iskhemik. Kehilang-
        an  kesadaran sejak saat cedera berlanjut  diluar  enam
        jam.  Fenomena ini mungkin dipisahkan menjadi  kategori
        ringan, sedang dan berat. CAD ringan relatif jarang dan
        dibatasi pada kelompok dengan koma yang berakhir pada 6
        hingga 24 jam, dan pasien mulai dapat ikut perintah se-
        telah 24 jam. CAD sedang dibatasi pada koma yang  bera-
        khir  lebih dari 24 jam tanpa tanda-tanda  batang  otak
        yang  menonjol. Ini bentuk CAD yang paling  sering  dan
        merupakan  45% dari semua pasien dengan CAD.  CAD berat
        biasanya  terjadi pada kecelakaan kendaraan dan  bentuk
        yang paling mematikan. Merupakan 36% dari semua  pasien
        dengan  CAD. Pasien menampakkan koma dalam dan  menetap
        untuk waktu yang lama. Sering menunjukkan tanda  dekor-
        tikasi  atau deserebrasi dan sering dengan cacat  berat
        yang  menetap bila penderita tidak mati. Pasien  sering
        menunjukkan disfungsi otonom seperti hipertensi, hiper-
        hidrosis  dan hiperpireksia dan sebelumnya tampak  mem-
        punyai  cedera batang otak primer.  Sekarang  dipercaya
        bahwa CAD umumnya lebih banyak berdasarkan pada  fisio-
        logi atas gambaran klinik yang terjadi.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar